Makassar Dengan Pengguna Jalannya yang Ngawur
Tepat jam 19.00, saya tiba di landasan Hasanudin, persis sama seperti tanggalnya yaitu 19 maret. Nggak tau kenapa tiba-tiba pengen nulis tulisan ini, padahal sudah sebulan lebih berlalu. Ya, pertama kali saya menapakkan kaki di Makassar sepertinya sesaat setelah makassar hujan cukup lebat, hal itu dapat dilihat dari adanya genangan air di beberapa tempat.Sepertinya alam berbelas kasih dengan datangnya saya :D
Tak lama menunggu, teman saya datang untuk menjemput. Banyak hal yang dia ceritakan tentang makassar, menurutnya makassar adalah kota yang unik, semua tipe orang ada disini, katanya disini saya dapat menjumpai orang paling solid, penjahat, orang baik, orang paling keras. Katanya dia pernah diancam akan dibunuh oleh salah satu calon rektor yang saat ini sudah menjadi rektor di salah satu universitas, karena kandidat rektor itu ngotot pengen dilayani secara spesial. Well, menurut saya semua tempat sama aja sih, pasti ada yang baik dan ada yang kurang baik.
Oh iya, hampir lupa. Kedatangan saya di Makassar karena saya di tugaskan kerja disini oleh suatu perusahaan penerbitan buku, jadi hari-hari kedepan saya pasti jadi akrab dengan yang namanya kampus. Menurutnya disini adalah tempat berkembang, sangat cocok untuk mengembangkan usaha. Jadi sangat berutung apabila ada karyawan yang ditugaskan di Makassar, kata dia. Kalo soal biaya hidup di sini katanya sedikit lebih mahal. Tapi setelah menjalaninya nggak juga sih, mungkin selisih 2-4 ribu, namun emang lidah nggak bisa bohong, saya belum bisa menikmati makanan makassar, disini masakan dominan pedes kecut.
Beberapa hari saya tinggal disini, pengguna jalan tela berhasil menghantui saya, kalau bahasa jawanya "ngawur", saya rasa Dinas Pekerjaan Umum bisa menghemat biaya karena tidak perlu membeli cat marka jalan, sebagian pengendara tidak menggunakan marka sebagai patokan pemilihan jalur.
Masih banyak budaya-budaya makassar yang rasa sangat unik, munkin akan saya bagikan dilain waktu.
Tak lama menunggu, teman saya datang untuk menjemput. Banyak hal yang dia ceritakan tentang makassar, menurutnya makassar adalah kota yang unik, semua tipe orang ada disini, katanya disini saya dapat menjumpai orang paling solid, penjahat, orang baik, orang paling keras. Katanya dia pernah diancam akan dibunuh oleh salah satu calon rektor yang saat ini sudah menjadi rektor di salah satu universitas, karena kandidat rektor itu ngotot pengen dilayani secara spesial. Well, menurut saya semua tempat sama aja sih, pasti ada yang baik dan ada yang kurang baik.
Oh iya, hampir lupa. Kedatangan saya di Makassar karena saya di tugaskan kerja disini oleh suatu perusahaan penerbitan buku, jadi hari-hari kedepan saya pasti jadi akrab dengan yang namanya kampus. Menurutnya disini adalah tempat berkembang, sangat cocok untuk mengembangkan usaha. Jadi sangat berutung apabila ada karyawan yang ditugaskan di Makassar, kata dia. Kalo soal biaya hidup di sini katanya sedikit lebih mahal. Tapi setelah menjalaninya nggak juga sih, mungkin selisih 2-4 ribu, namun emang lidah nggak bisa bohong, saya belum bisa menikmati makanan makassar, disini masakan dominan pedes kecut.
Beberapa hari saya tinggal disini, pengguna jalan tela berhasil menghantui saya, kalau bahasa jawanya "ngawur", saya rasa Dinas Pekerjaan Umum bisa menghemat biaya karena tidak perlu membeli cat marka jalan, sebagian pengendara tidak menggunakan marka sebagai patokan pemilihan jalur.
Masih banyak budaya-budaya makassar yang rasa sangat unik, munkin akan saya bagikan dilain waktu.
Komentar
Posting Komentar